Monday 22 August 2016

Tentang Sastra

 Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar sas- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
            Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis dan sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa.
            Suatu hasil karya baru dapat dikatakan memiliki nilai sastra bila di dalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk dan dan isinya. Bentuk bahasa baik dan indah, dan susunannya beserta isinya dapat menimbulkan perasaan haru dan kagum di hati pembacanya.
            Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan kesan yang mendalam di hati para pembacanya sebagai perwujudan nilai-nilai karya seni.apabila isi tulisan cukup baik tetapi cara pengungkapan bahaanya buruk, karya tersebut tidak dapat disebut sebagai cipta sastra, begitu juga sebaliknya.

 Dalam kehidupan masyarakat, sastra mempunyai beberapa fungsi yaitu:
1.    Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya.
2.    Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung di dalamnya.
3.    Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan keindahan bagi penikmat/pembacanya karena sifat keindahannya.
4.    Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca/peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan buruk, karena sastra yang baik selalu mengandung moral yang tinggi.
5.   Fungsi religius, yaitu sastra pun menghailkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para penikmat/pembaca sastra.
Genre Sastra
            Sastra memiliki genre atau ragam. Secara garis besar, sastra dibagi dalam beberapa genre, yaitu sebagai berikut.
Dilihat dari bentuknya, sastra terdiri atas 4 bentuk yaitu:
1.    Prosa, yaitu sastra yang berbentuk naratif. Bentuk sastra yang diuraikan menggunakan bahasa bebas dan panjang tidak terikat oleh aturan-aturan tertentu.
2.    Puisi, yaitu karangan yang mementingkan bunyi, bentuk, dan diksi. Untuk puisi lama, selalu terikat oleh kaidah atau aturan tertentu, yaitu:
a.         Jumlah baris tiap-tiap baitnya.
b.         Jumlah suku kata atau kata dalam tiap-tiap barisnya.
c.         Irama.
d.         Persamaan bunyi kata.
3.    Prosa liris, yaitu bentuk sastra yang disajikan seperti bentuk puisi namun menggunakan bahasa yang bebas terurai seperti pada prosa.
4.    Drama, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunaka nbahasa yang bebas dan panjang, serta disajikan menggunakan dialog atau monolog.
Dilihat dari isinya, sastra terdiri atas 4 macam, yaitu:
1.    Epik, yaitu karangan yang melukiskan sesuatu secara obyektif tanpa mengikutkan pikiran dan perasaan pribadi pengarang.
2.    Lirik, yaitu karangan yang berisi curahan perasaan pengarang secara subyektif.
3.    Didaktif, yaitu karya sastra yang isinya mendidik penikmat/pembaca tentang moral, tata krama, masalah agama, dan lain-lain.
4.    Dramatik, yaitu karya sastra yang isinya melukiskan sesuatu kejadian (baik atau buruk) dengan pelukisan yang berlebih-lebihan.
 Bentuk karya sastra lama Indonesia adalah Pantun, Gurindam, Syair, Hikayat, Dongeng, dan Tambo.

            Karya sastra baru Indonesia sangat berbeda dengan sastra lama. Karya sastra ini sudah tidak dipengaruhi adat kebiasaan masyarakat sekitarnya. Malahan karya sastra baru Indonesoia cenderung dipengaruhi oleh sastra dari Barat. Ciri-ciri sastra baru Indonesia adalah:
1.    Ceritanya berkisar kehidupan masyatrakat.
2.    Bersifat dinamis.
3.    Mencerminkan kepribadian pengarangnya.
4.    Selalu diberi nama sang pembuat karya.

Bentuk sastra baru Indonesia antara lain adalah Roman/Novel, Cerpen, dan Puisi Modern.
Jadi, yang masuk ke dalam kategori sastra adalah:
Ø Pantun;
Ø Puisi;
Ø Sajak;
Ø Pribahasa;
Ø Kata Mutiara;
Ø Majas;
Ø Novel;
Ø Syair;
Ø Drama;
Ø Lukisan/Kaligrafi
Perkembangan Sastra Indonesia
 Secara umum, waktu sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:
1.      Pujangga Lama
Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikaian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya sastra di Indonesia didimnasi oleh syair, pantun, gurindam hidayat.
Karya Sastra Pujangga Lama
Sejarah Melayu
Ø   Hikayat Abdullah
Ø   Hikayat Hang Tuah
Ø   Hikayat Kalila dan Damina
           Syair Bidasari
Ø   Syair Ken Tambunan
Ø   Syair Raja Mambang Jaujari
Ø   Syair Raja Siak


2.    Sastra “Melayu Lama”
Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870-1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat Sumatera seperti “Langkat, Tapanuli, Padang, dan daerah Sumatera lainnya”, orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya Sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, ikayat, dan terjemahan novel Barat.
Karya Sastra “Melayu Barat”
Ø Robinson Crusoe (terjemahan)
Ø Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo)
Ø Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan
3.    Angkatan Balai Pustaka
           Karya sastra di Indonesia sejak tahun1920-1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa ( novel, cerita pendek, dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam, dan hikayat dalam khazanah sastra Indonesia pada masa ini.
           Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dati bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu: bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa, dan bahasa Sunda dan dalam jumlh terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan Bahasa Madura.
Pengarang dan karya sastra Angkatan Balai Pustaka
Ø Tjinta dan Hawa Nafsu oleh Merari Siregar
Ø Siti Nurbaya oleh Marah Rusli
Ø Katak Hendak Menjadi Lembu oleh Abdul Muis
Ø Tak Putus Dirundung Malang oleh Sutan Takdir Alisjabbana
Ø Pahlawawan Minabasa oleh Marius Ramis Dayoh
4.    Pujangga Baru
           Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik, dan elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia.
           Pada masa itu, terbit pula majalah “Poedjangga Baroe” yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjabhana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman balai Pustaka (tahun 1930-1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisjahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga Baru yaitu:
a.              Kelompok “Seni untuk Seni”” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Amir Hamzah.
b.             Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjabhana, Armijn Pane, dan Rustan Effendi.
Penulis dan karya sastra Pujangga Baru
Ø   Tebaran Mega oleh Sutan Takdir Alisjabhana
Ø   Belenggu oleh Armijn Pane
Ø   Buah Rindu oleh Tengku Amir Hamzah
Ø   Puspa Mega oleh Sanusi Pane
Ø   Tanah Air oleh Muhammad Yamin


5.    Angkatan ‘45
            Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan ’45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding  karya angkatan Pujangga Baru yang romantik-idealistik.
Penulis dan karya sastra Angkatan ‘45
Ø Deru Tjampur Debu oleh Chairil Anwar
Ø Gadis Pantai oleh Pramoedya Ananta Toer
Ø Harimau-Harimau! Oleh Mochtar Lubis
Ø Suling oleh Utuy Tatang Sontani.
6.      Angkatan 50-an
           Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B.Jasin. ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
           Pada angkatan ini muncul gerakan komunis di kalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjatn (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960, menyebabkan andeknya perkembangan sastra karena masuk ke dalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Penulis dan karya sastra Angkatan 50-60-an
Ø Cari Muatan oleh Ajib Rosisi
Ø Datang Malam oleh Bokor Hutasubut
Ø Surat Cinta oleh Enday Rasidin
Ø Balada Orang Tertjinta oleh W.S. Rendra
7.      Angkatan 66-70-an
          Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra, munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, abdsurd, dan lain-lain pada masa angkatan ini di Indonesia.
Penulis dan karya sastra angkatan ‘66
Ø O oleh Sutardji Calzoum Bachri
Ø Berbala oleh Danarto
Ø Edan oleh putu wijaya
8.      Dasawarsa 80-an
           Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Majalah Horison tidak ada lagi, karya sastra Indonesia pada masa angkatan ii tersebar luas di berbagai majalah dan penerbitan umum.
Karya sastra Angkatan Dasawarsa 80-an
Ø  Badai Pasti Berlalu
Ø  Sajak Sikat Gigi
Ø  Manusia Kamar
Ø  Karmila
9.      Angkatan Reformasi
           Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gusdur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang Sastrawan Angkatan Reformasi. Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar Reformasi. Di Rubrik sastra Harian Republika, misalnya, selama berbukan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didomionasi sajak-sajak bertema sosial-politik.
           Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan Politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatar belakangi kelahiran karya-karya sastra. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Achmadun YosibHerfanda, dan Acep Zamsan Noer, Hartoto Benny Hidayat, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.
10.  Sastrawan Angkatan 2000-an
           Setelah wacana tentang lahirnya Sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki “juru bicara”, Korrie Layun Rampan pada tahunj 2002 melempar wacana tentang lahirnya Sastrawan angkatan 2000. Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta, tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sasra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000-an, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Asjidarma, serta muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami, dan Dorothea Rosa Herliany.

11.  Cybesastra
           Era internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak karya sastra Indonesia yang tidak dipublikasi berupa buku namun termaktub di dunia maya, baik yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi non-profit, maupun situs pribadi. Ada banyak situs sastra di dunia maya.

Sekian penjelasan tentang sastra, semoga bermanfaat :)

1 comment: